Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah kalimat yang ringan di lisan, berat di dalam timbangan, dan dicintai oleh ar-Rahman: Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil ‘azhim.” (HR. Bukhari)
Saudaraku, apabila direnungkan, tidak terhitung nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Nikmat lahir maupun nikmat batin. Nikmat di kala senang, maupun nikmat di kala susah. Diantara kenikmatan yang paling agung yang Allah berikan kepada kita adalah amal-amal ketaatan yang dengannya kita mengabdi kepada Allah.
Dzikir, adalah ketaatan yang sangat agung. Oleh sebab itu Allah mengatakan tentangnya (yang artinya), “Ingatlah kepada-Ku nicaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah). Balasan orang yang berdzikir kepada Allah adalah Allah juga akan mengingat dan memperhatikan urusannya.
Adakah nikmat yang lebih besar bagi kita selain Allah memperhatikan dan menolong setiap urusan kita?
Saudaraku, apabila kita mengingat bagaimana kondisi kita tatkala jauh dari hidayah, jauh dari petunjuk Allah dan rasul-Nya; niscaya kita akan bisa merasakan betapa pahitnya tenggelam dalam kedurhakaan dan kelalaian. Oleh sebab itu Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan, “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.”
Maka, dengan senantiasa mengingat Allah, hati seorang hamba akan menjadi hidup dan bercahaya. Sebaliknya, dengan melalaikan Allah dan meninggalkan bimbingan-Nya, maka hamba tersebut akan terombang-ambing dalam kesia-siaan, larut dalam kebingungan, hanyut dalam derasnya godaan dan tipu daya setan, terjebak dalam gelapnya kemaksiatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perbedaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Tanpa dzikir kepada Allah; hati akan mengeras, membeku, dan bahkan mati. Tidak ada padanya kehidupan, tidak ada padanya cahaya yang menerangi perjalanan. Yang ada adalah kegelapan dan kegelapan. Tidak ada yang selamat kecuali orang-orang yang diselamatkan oleh Allah ta’ala.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Maka, apakah yang terjadi pada seekor ikan apabila dia dipisahkan dengan air?”
Orang yang mengingat Allah; akan mengingat hukum-hukum-Nya; akan mengingat pahala yang dijanjikan-Nya; akan mengingat hukuman dan siksa yang diancamkan-Nya; akan mengingat bahwa kelak ada hari pembalasan atas amal-amal hamba.
Dengan demikian, orang yang ingat Allah yang sejati adalah orang yang menjaga ketaatan kepada-Nya; mengingat bahwa Allah senantiasa mengawasi dirinya; gerak-gerik hati, ucapan lisan, maupun gerak anggota badan.
Sa’id bin Jubair rahimahullah mengatakan, “Hakikat dzikir adalah taat kepada Allah. Barangsiapa yang taat kepada Allah maka dia telah berdzikir kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya maka dia bukanlah orang yang berdzikir -dengan sebenarnya-, walaupun dia banyak mengucapkan tasbih, takbir, dan rajin membaca al-Qur’an.”
Maka, marilah kita menilai diri kita; sudahkan amalan yang ringan ini menghiasi bibir kita di kala senggang? Subhanallahi wa bi hamdihi, subhanallahil ‘azhim… Dua buah kalimat yang ringan namun berat dalam timbangan. Dua buah kalimat yang mengingatkan kita akan kesucian Allah dari segala cela dan kekurangan.
Mengingatkan kita akan nikmat yang Allah berikan kepada kita… Dua buah kalimat yang mengingatkan kita akan hari pembalasan… Hari dimana tidak lagi bermanfaat harta dan keturunan; kecuali bagi hamba yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat…
Kepada Allah lah kita memohon taufik dan keselamatan. Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.